Pernah tahun 88 saya punya pabrik Corrugated Box. Waktu itu usia saya masih 25 tahun. Saya bermitra dengan teman korea sebagai mitra venture saya. Walau pabrik ini produksinya adalah kotak karton untuk kemasan barang ekspor namun bisnisnya adalah job order service. Setahun pabrik berdiri, omzet meningkat, pabrik kerja 3 shift tapi saya tidak bisa meraih laba. Bahkan karyawan bagian konstomer servis saya sering nangis karena komplain dari pelanggan akibat delivery yang telat dan size ukuran box tidak tepat, banyak lagi keluhan. Kadang dengan hujatan. Saya panik. Bingung bagaimana solusinya.
Kemudian saya memanggil konsultan management. Setelah audit selesai, konsultan itu merekomendasikan agar 60% karyawan saya di PHK dengan pesangon. Dari 10 suplier, 6 harus delisting. Semua Buyer saya dievaluasi. Hasilnya lebih separuh buyer saya harus diremoved. Saya bingung. Apa apaan ini? Dengan tenang konsultan itu bertanya kapada saya “ siapa rekanan anda itu semua ?
“ Semua mereka adalah teman saya” kata saya dengan percaya diri.
“ itulah masalah anda. Akibatnya banyak masalah diselesaikan karena taman yang justru merugikan Perusahan. Anda mengelola bisnis yang seharusnga dikelola dengan akal sehat. Tidak bisa dengan perasaan taman atau apalah”
“Tetapi kamu tahu dampaknya kalau sampai kebijakan ini diterapkan? Saya akan kehilangan relasi”
“ Anda berbisnis bukan untuk menyenangkan orang tetapi menguntungkan orang. Kalau anda mengelola dengan cara enak engga enak dengan teman maka anda hanya menyenangkan mereka tetapi tidak menguntungkan mereka. Lambat laun anda rugi dan akhirnya tidak bisa lagi delivery dengan tepat waktu. Pembayaran pun tidak lagi on Time. Semua rugi kan? Kalau anda bangkrut mereka lebih dulu meninggalkan anda. Yakinlah”
Gimana solusinya ?
Kemudian diterapkan Planning Production control yang memuat perencanaan detail dari sejak kualifikasi SDM, biaya SDM, kualifikasi Suplier, target market, standar layanan seperti time of delivery, quality control. Itu semua saya bisa maklum. Tapi yang membuat saya terkejut, gaji buruh dan Pegawai serta manager naik sampai 5 kali lipat. Saya bingung.
Kemudian, dia jelaskan bahwa setiap output produk adalah bagian dari service yang tak terpisahkan dan ini berhubungan dengan qualifikasi SDM, bahan baku, jam kerja, dll. Semua itu berhubungan dengan cash flow. Kalau ingin cash in besar maka cash out juga besar. Itu hukum dasarnya. Anda tidak bayar orang tetapi bayar kinerjanya. Anda tidak bayar barang terapi kualitasnya. Anda tidak hanya menjual barang tetapi juga pelayanan. Namun kenaikan cost tetap lebih rendah dari pendapatan apabila SOP PPC diterapkan.
Benarlah, setelah itu, pabrik dapat untung dan pelanggan senang, keluhan nol. Teman saya yang delisting sebagai suplier lambat laun masuk lagi dengan kepatuhan yang ditetapkan. Buyer juga kembali datang dengan kesediaan mengikuti SOP saya.
Apa yang saya dapat pelajari dari kasus tersebut diatas dan akhir nya menjadi mindset saya. Bahwa bisnis adalah bisnis. Kita tidak butuh orang senang dan memuji kita pada akhirnya kita rugi. Kita juga tidak perlu berbangga kalau orang puas deal dengan kita. Karena mereka membayar itu semua. Kalau sampai orang engga suka dengan kita dan akhirnya membenci kita, juga engga usah dipikirkan. Selagi kita tidak merugikan orang lain dan kita focus membangun TRUST atas dasar bisnis yang saling menguntungkan, yakinlah hanya pecundang yang berniat buruk yang membenci kita. Orang hebat dan baik akan tetap bersama kita. Mengapa? karena kita memberikan manfaat bisnis kepada mereka. Pebisnis sejati engga baperan. Akal sehat diutamakan.
Reputasi wirausaha dibangun dari komitmen membayar utang tepat waktu, menghormati kontrak, on Time delivery, membayar SDM secara manusiawi, bayar deviden tepat waktu. Itu saja. Soal Suka dan tidak suka, akan selalu ada. Engga usah dipikirkan. Focus saja kepada esensi bisnis: make money !
No comments:
Post a Comment