Kehebatan China adalah seni propaganda politk kepada rakyat. Bila sebelum tahun 70an. Propaganda politik dilakukan dengan cara dokrin dan keras. Namun ketika reformasi ekonomi era Deng, propaganda dilakukan secara modern. Itu sudah melibatkan seni panggung TV yang canggih. Walau TV China itu di monopoli oleh negara tetapi jangan anda bayangkan acaranya TV seperti acara TV era Soeharto yang kampungan propagada politiknya. TV China dikemas dengan acara yang hebat tanpa rakyat sadari bahwa mereka sedang masuk seni propaganda pemerintah.
Begitu pula propaganda kewirasausahaan di China. Hampir setiap hari ada saja acara propaganda wirausaha. Dari acara talk show yang ringan sampai yang berat. Selayang pandang sukses wirausaha. Drama TV berseri tentang wirausaha yang memuat posan moral dan kewiraan serta kebangsaan. Entrepreneurial Age adalah contoh film yang fenomenal. film ini melambungkan nama Angelababy, yang pesta perkawinannya di shanghai di tayangkan TV dengan ongkos USD 31 juta. Yang hebatnya peran ibu sangat dominan sebagai sumber inspirasi lahirnya mindset wirausaha.
***
Tahun 2010, Hari sabtu saya diundang teman untuk makan malam di rumahnya. Saya agak sungkan untuk datang karena kebetulan saya ada janji menjemput tamu di Bandara HKIA. Namun karena berkali kali dia menelpone untuk memastikan saya tidak lupa. Sayapun tidak bisa menolak setelah meminta team saya menggantikan saya menjemput tamu di bandara. Saya memanggil teman ini Mate dan dia senang. Karena sulit sekali menyebut nama aslinya dalam bahasa china. Saya mengenalnya lebih dari 5 tahun.
Perkenalan saya dengan teman ini melalui salah satu Pimpinan Venture Capital. Ketika kali pertama bertemu, saya hanya melihat sosok pria yang lelah dan kurang bersemangat untuk berbicara banyak. Namun dia memang ramah. Fasih berbahasa inggeris. Ketika itu dia diperkenalkan sebagai pengusaha yang sedang merintis membangun industri High tech. Tapi penampilannya tidak menunjukan kelasnya sebagai pengusaha yang mampu sukses. Setelah pertemuan itu, kami menjadi bersahabat sampai sekarang.
Sesampai di stasiun, dia sudah ada di gate menjemput saya, bersama istrinya. Dia nampak tersenyum cerah menyambut saya.
“ Sebelum makan malam,saya ingin mengajak kamu ke pabrik saya. “ Katanya sambil membukakan pintu mobilnya.
‘ Di Dongwan ? Tebak saya.
“ Bukan, tapi di Zuhai. Saya sudah siapkan hotel untuk kamu di sana. Jadi tidak usah nginap di Shenzhen. “ katanya. Dia tahu kalau boleh memilih saya lebih suka weekend di Shenzhen karena lebih dekat ke Hong Kong.
Dalam perjalanan dia bercerita banyak soal kehebatan industrinya. Mengenai pasarnya, kualitasnya, termasuk ketersediaan SDM dan dukungan penuh dari pemerintah. Saya hanya menjadi pendengar yang baik. Tapi bayangan saya kepada lima tahun lalu. Dia hanyalah seorang pria yang peragu dan sedikit inferior complex walau dia lulusan Universitas di bidang Chemical. Bagaimana dalam lima tahun dia bisa berhasil? Inilah yang ingin saya ketahui. Setidaknya sebagai referensi bagi saya untuk sebuah inspirasi, mungkin.
Ketika sampai di lokasi Pabriknya. Saya tidak melihat sebuah bangunan seperti layaknya pabrik. Ini lebih tepat disebut spa center. Karena lobynya seperti hotel bintang lima. Kemudian kuridor kearah processing semua berwarna putih dengan lampu yang terang benderang. Nampak juga para pegawai hilir mudik dengan pakaian serba putih dengan penutup kepala layaknya uniform dokter operasi bedah di rumah Sakit. Saya dibawa keliling kesetiap sudut pabrik. Dari proses awal produk itu disiapkan sampai pada proses akhir produk itu siap dipasarkan. Dia menjelaskan dengan begitu hebatnya. Penguasaan tekhnisnya tak diragukan dan karenanya dia memang telah menjelma menjadi pengusaha pemasar yang berkelas dunia.
Setelah usai peninjauan pabrik itu, dia tersenyum memandang saya. Saya tahu dia ingin reaksi saya terhadap apa yang barusan saya lihat.
“Luar biasa. Di negeri kami industri ini entah kapan akan ada.” Kata saya memuji kehebatannya sambil membandingkan dengan keadaan negeri saya.
“ Di China ada ratusan pabrik seperti ini. Kami menjadi pemasok utama untuk industri hilir beragam produk bio technologi di jerman dan AS, termasuk Jepang” Katanya merendah.
Saya semakin merasa rendah di hadapannya. Tapi bagaimanapun saya yakin ini bukan pekerjaan mudah bagi teman saya. Tentu membutuhkan perjuangan yang panjang dan penuh dengan pengorbanan. Di china ada puluhan juta sarjana yang masuk dalam dunia business. Proses seleksi alam ini sengaja dijaga oleh pemerintah untuk mendapatkan yang terbaik.
Kemudian teman ini bercerita tentang awal dia mendapatkan peluang untuk menuju impiannya setelah lebih sepuluh tahun berjuang. Temannya yang bekerja di pusat riset swata asing mempunyai ide business dan mengajak dia untuk memproduksi produk yang berbasis high technologi sebagai bahan baku untuk produk down stream bio technology. Belum sempat dia menyetujui , temannya itu sudah berhenti bekerja dan bergabung denganya untuk sebuah impiah. Bagaimana harus memulai. Hanya sebuah ide yang belum ada formula apapun. Sementara modalpun tidak ada. Namun mereka tidak kehilangan akal. Proposalpun dibuat dan ditujukan kepada pemerintah lokal yang khusus menangani dukungan kepada calon wiraswata. Setelah upaya yang tidak kenal lelah meyakin pejabat itu, akhrnya mereka diberi akses kepada venture capital yang khusus membiayai business venture untuk katagori tekhnologi baru.
Upaya inipun tidak mudah. Venture capital tidak bisa mendukung pembiayaan untuk hanya sebatas ide. Masih banyak compliance yang harus mereka penuhi untuk pantas dibiayai. Namun setidaknya mereka sudah dapat jalan untuk menuju sukses. Inilah yang penting. Merekapun mendatangi pusat riset nasional untuk memaparkan ide mereka itu agar mendapatkan dukungan riset. Beberapa lembaga riset di China mereka datangi. Akhirnya ada juga yang bersedia mendukung namun terbatas. Mereka hanya diberi facilitas laboratorium berserta data referensi yang diperlukan. Mereka sambut dengan atusias.
“ Setiap hari saya bekerja di Lab bersama teman saya tidak kurang dari 18 jam sehari. Kadang saya tidur di Lab. Istri saya tidak pernah mengeluh. Bahkan kadang dia datang memberi saya uang untuk saya bisa makan. Diapun tak lupa agar saya menjaga makan dan kesehatan.” Katanya dengan tersenyum Namun saya terharu mendengarnya.
“ Setelah delapan bulan, kami berhasil menemukan formula di Lab, Prototipe pun dibuat dengan dukungan dana dari lembaga riset pemerintah. Hasilnya memuaskan. Pemda mengundang kami untuk datang. Mereka mengucapkan selamat. Jalanpun terbuka lebar untuk kami mendapatkan dana dari Venure Capital. Bukan hanya dana, Venture Capital juga memberikan kami akses kemitraan secara global untuk pemasaran. Pusat riset rekayasa mesin yang dimiliki pemerintah membantu kami untuk membuat proses produksi yang canggih. Tak lebih setahun setelah itu pabrikpun berdiri. Tak ada yang bisa saya katakan ketika itu semua menjadi kenyataan. Kecuali saya bersyukur punya istri yang mencintai saya karena kekurangan saya. Saya tak pernah berhenti berterimakasih kepada pemerintah yang selalu menyediakan hamparan karpet merah untuk mereka yang sungguh sungguh memperjuangkan impiannya, untuk china tentunya. “ Demikian akhir dia bercerita dan kamipun pergi meninggalkan pabriknya yang masih terus bekerja 24 jam sehari. Dia membawa saya ke apartementnya untuk dinner.
***
Benarlah teman saya ini mengundang makan malam bukanlah berbasa basi. Memang serius. Terbukti makanan terhidang begitu lengkapnya. Istrinya menemani kami. Walau istrinya tak bisa bahasa inggeris namun suaminya dengan sabar menterjemahkan setiap istrinya bicara.
“ Kemana putra kamu “ Tanya saya, karena hanya kami bertiga yang makan diruang yang tak begitu luas dengan ukuran apartement 100 meter. Padahal teman ini punya business dengan asset hampir satu triliun rupiah. Namun hidup mereka sangat sederhana. Saya membayangkan di negeri saya tak akan bersua model seperti ini.
“ Putra saya tidak tinggal disini. Dia tinggal di luar?
“ Kuliah ? tanya saya
“ Tidak. Dia hanya tamatan SMU. Sekarang dia sedang merintis usaha. Ya..masih kecil tapi setidaknya awal yang bagus “
“ Loh kenapa tidak suruh masuk universitas ? Tanya saya.
Dia nampak menatap istrinya dengan tersenyum. Seolah dia ingin istrinya yang menjawab. Benarlah dia menterjemahkan pertanyaan saya kepada istrinya. Istrinya menjawab dengan agak panjang lebar. Saya baru mengerti maksudnya setelah dia menterjemahkan,
“Sejak tamat kuliah , saya bekerja dan dua tahun bekerja saya menikah. Kehidupan kami cukup bahagia namun setelah lahir anak pertama, saya memutuskan untuk banting setir menjadi pengusaha. Apalagi ketika itu pemerintah sedang gencar gencarnya mempromosikan agar sarjana ikut berwiraswata. Tapi tidak mudah. Banyak usaha yang saya rintis tapi akhirnya gagal. Sayapun tak punya uang lagi untuk bayar sewa apartement. Sementara putra saya sudah tumbuh dewasa dan butuh biaya yang tidak murah “ Dia terdiam sebentar.
“ Namun saya bersyukur istri saya tak pernah berhenti untuk memberikan semangat kepada saya. Walau kami menumpang di apartement ibu mertua saya yang hanya satu kamar namun kami terima itu. Selama lebih 10 tahun saya bersama anak dan istri saya tidur diruang makan yang kecil. Istri saya membantu beban biaya hidup dengan bekerja sebagai penjaga toko. Kami memang sangat sulit. Tapi istri saya tidak pernah mengizinkan saya untuk kembali bekerja. Padahal ijazah saya lebih dari cukup untuk mendapatkan gaji dengan standard kelas menengah di china. Setiap hari , setiap pagi, istri saya minta saya untuk keluar rumah. Menghubungi siapa saja yang bisa dihubungi untuk mendapat jalan keluar bagi mimpi saya. Setiap pagi istri saya menggosok baju saya agar nampak rapi dan setelah kembali baju itu akan dicucinya untuk saya pakai keesokan harinya. Maklum baju saya hanya dua stel“
“ Putra saya tamat SMU, ketika itu kami tidak punya uang cukup untuk mengirimnya ke Universitas. Maklum di China , di Zona ekonomi Khusus , semua serba kapitalis. Apapun harus bayar. Ingin saya mengutuk diri saya karena ego saya untuk menjadi pengusaha dan akhirnya sayapun tak mampu bertanggung jawab kepada putra saya sebagaimana ayah saya bertanggung jawab kepada saya. Istri saya tampil dengan sangat bijak. Ternyata sejak awal dia tidak pernah mendidik putra saya dengan segala mimpi yang serba mudah. Makanya ketika tamat SMU, dia tak kecewa walau tak bisa meneruskan ke universitas. Dia bekerja di pabrik. Hanya dua tahun. Setelah itu, dorongan istri saya membuat dia mengikuti jejak saya menjadi pengusaha ..“
“Bagaimana cara istrimu mendokrin anaknya untuk mengikutimu sementara kamu sendiripun kenyataannya adalah ayah yang gagal ketika itu?” tanya saya.
Dia menterjemahkan pertanyaan saya kepada istrinya. Istri nampak tersenyum sambil menjawab pertanyaan saya. Teman ini kembali menterjemahkan “ Dia bilang, di China ada ratusan juta rakyat yang masih butuh makan dan tempat tinggal. Siapa yang akan memberi mereka makan dan tempat tinggal kalau bukan para sarjana dan mereka yang terdidik. Pemerintah butuh pajak dan pajak itu hanya mungkin bila ada tumbuhnya business. Dan itu membutuhkan banyak pengusaha. “
Saya terkejut. Luar biasa. Seorang ibu rumah tangga yang begitu hebat visinya.
“ Bagaimana istrimu bisa mempunyai visi seperti itu “ kembali saya bertanya dengan dorongan rasa ingin tahu.
“ Telivisi.” Jawabnya sambil tersenyum “ Hampir setiap hari ada saja propaganda yang menginspirasi para ibu menjadi motivator para ayah dan putranya untuk menjadi pahlawan melalui wiraswasta. Model propaganda itu dikemas tidak melulu dalam bentuk iklan layanan sosial tapi dengan beragam cerita sinetron dan kadang diselipkan dalam acara pentas musik dan hiburan. Belum lagi talk show, sukses story mereka yanh hidup bahagia menjadi pengusaha. Semuanya ditujukan kepada kaum ibu. Makanya kaum ibu tahu betul bagaimanan proses untuk menjadi sukses sebagai pengusaha. Kalau mereka mendorong suami dan putranya , itupun dengan kesadaran penuh berkat informasi yang cukup dari pemerintah.”
“ Nah sekarang kamu telah berhasil dengan impianmu. Mengapa putramu tidak diajak bergabung ?
“ Dia tak ingin menjadi pegawai walau itu perusahaan saya sendiri. Sementara kamipun bersikap bahwa kami tidak akan memberikan uang untuk dia berkembang tapi keteladanan. Tahun depan, dia akan masuk universtas, Tak ada yang menyuruhnya tapi itu keinginan dia sendiri. Ya kembali lagi, itu berkat dorongan istri saya yang ingin putranya berhasil melebihi saya.”
Saya terpesona. Benarlah bahwa tumbuhnya wiraswata di China memang by design. Dirancang dengan sangat sempurna. Dari propaganda yang sistematis dan terus menerus, penyediaan dukungan insfrastruktur wiraswasta seperti lembaga riset, venture capital yang berkelas dunia, alokasi subsidi langsung maupun terselubung,kawasan industri yang didukung oleh infastruktur kelas satu. Semua itu dalam program yang menyeluruh secara nasional. Program itu dimonitor dengan ketat dan selalu dievaluasi tingkat keberhasilan dan kegagalannya untuk ditingkatkan menjadi lebih baik.
Kedekatan antara pengusaha dan pejabat kadang terkesan kolusi tapi bukan soal suap . Kedekatan itu lebih ditujukan kebutuhan akan the first hand information dan political will. Dengan pejabat sebagai mentor, para wiraswastawan bergerak dalam barisan yang teratur sesuai design pemerintah untuk kemakmuran china.
Dan yang paling menarik dari semua itu, adalah cara pemerintah china menggunakan para ibu sebagai motivator para ayah untuk tampil gagah berani menjadi wiraswata. Inilah yang patut ditiru oleh para ibu di Indonesia. Bila gundah datang karena himpitan beban hidup, karena suami belum berhasil , jangan buat suami kehilangan semangat. Karena ketika awan gelap terbentang dan belukar terserak di luar untuk dilalui, sedikit saja para ibu salah bersikap kepada ayah, maka berbeloklah langkah ayah dan impianpun akan sirna. Seharusnya pada saat itulah para ibu tampil di depan untuk meyakinkan para Ayah agar istiqmah dengan berkata “ Walau kamu terluka karena belukar, kamu tetap suamiku. Walau kamu terjatuh karena awan gelap didepanmu, kamu tetaplah suamiku. Apapun itu , kamulah yang terbaik bagiku dan karenanya tetaplah melakangkah . Jangan berhenti hanya karena gundah dan aku selalu disampingmu…
Ibu adalah penyangga suami , juga tonggak negara...
No comments:
Post a Comment