Friday, May 1, 2020

Hedge Fund.



Mungkin anda pernah nonton film Billion. Ini film serial yang ditayangkan oleh Netflix. Film ini diambil dari kisah Preet Bharara, U.S. Attorney for the Southern District of New York saat melakukan investigasi pemain hedge fund,  Steven A. Cohen dari S.A.C. Capital Advisor. Ada juga kasus manipulasi pasar lelang treasury bond yang dilakukan oleh Salomon Brothers, termasuk peran dari CEO John Gutfreund dan pedagang surat utang Paul Mozer pada 1991.  Penulis skenario tidak perlu melakukan riset soal dunia hedge fund. Karena film ini didasarkan oleh kisah nyata namun tetap saja fiksi. Film ini mulai tayang bulam Mei 2020.

Ada dua tokoh yang menjadi sentral dari kisah dalam film ini. Tokoh Robert "Bobby" boss dari Axe Capital, perusahaan yang bergerak di bidang Hedge fund. Satu lagi Charles "Chuck" Rhoades, Jr., seorang U.S. Attorney for the Southern District of New York yang mencalonkan diri sebagai Gubernur New York dan kemudian terpilih menjadi Attorney General of New York. Dua tokoh ini seperti Tom and Jerry. Keduanya berada pada posisi berlawanan. Charles sangat yakin bahwa kekayaan yang didapat oleh Bobby adalah ilegal. Dan Bobby  sadar bahwa dia memang melakukan kecurangan, tetapi itu dilakukan secara  legal.

Sebetulnya Bobby, adalah orang yang sadar bahwa dunia ini memang sudah brengsek dari sononnya. Dia bermain dari kebrengsekan itu dengan cara bersahaja. Seperti kecurigaan Rhoades bahwa Bobby terlibat dalam insider trading. Namun setelah ditelusuri tidak terbukti. Bahkan semua keputusan Bobby dalam investasi lebih karena reaksi pasar, dan Bobby menyikapi itu secara normatif seperti layaknya fund manager. Kalaupun ada indikasi fraud, itu bukan karena ulah Bobby, tetapi karena aturan hukum punya kekurangan mengantisipasi terjadinya fraud. Kesalahan bukan kepada palaku yang punya legitimasti tetapi ada pada pemerintah.

Dalam kesehariannya, Bobby adalah pria yang ramah dan suka berbagi kepada siapa saja. Setia kepada istrinya. Bahkan digoda oleh wanita cantik dalam lingkungan pergaulannya— yang siap disetubuhi— tidak membuat Bobby tergoda. Dia juga ayah yang baik dan suami yang superior. Punya istri yang setia dan sangat protective dan educative terhadap kedua anaknya. Sementara Rhoades punya masalah inferior karena penghasilan istrinya lebih besar sebagai analis pasar.  Juga, Rhoades punya kelainan sex extreem. Di mana Rhoades  berperan sebagai budak dari istrinya. 

Namun semakin Rhoades kejar Bobby semakin dia merasa kalah. Karena tidak ada satupun bukti hukum yang bisa menjerat Bobby sebagai pesakitan. Bobby tidak menipu uang investor. Investornya semua happy karena dapat untung dari dia. Yang korban adalah pasar, dan pasar sudah mengingatkan dengan bijak “ Free entry free fall”. Orang marasa sangat beruntung ketika ada ruang “ Free” tetapi meradang ketika “Fall”, sangat berbeda ketika “ entry”. Kalau diingatkan bahwa free itu berbahaya, sikapnya sama dengan ABG, yang kesal karena dilarang pacaran. Tetapi menyalahkan siapa saja ketika hamil diluar nikah. Padahal bisnis adalah dunia orang dewasa, yang siap kalah sebagaimana antusias ingin menang.

Apa yang menarik dari kisah ini seakan berlaku dalam dunia hedge fund ungkapan seperti ini “ Ketika aparat pemeritah berbicara atas nama hukum, sebetulnya mereka sedang mentertawakan hukum itu sendiri. Sama dengan PSK yang menawarkan dirinya kepada calon pelanggannya bahwa dia masih perawan. “ Hukum tetaplah hukum, ia lahir dari konsesusi transaksional. Namun moral dan etika adalah segala galanya. Setidaknya secara moral kita harus akui bahwa dunia ini sudah dari sononya brengsek. Berdamai dengan kenyataan dan berusaha terus memperbaiki diri sepanjang usia. 

No comments: