Friday, May 1, 2020

Negara resesi, lantas kemana saja uang selama ini?



Pada kunjungan ke Changsa itu, memang tak ada yang istimewa. Hanya sekedar kunjungan business. Dan kalaupun ada selingan, maka itu hanya jalan jalan ke mal, makan, ke spa , nonton theater, dan jika masih ada sisa waktu, nongkrong di kedai kopi. “ Aku ingin membuatmu terkesan. Ingin membuatmu merasa aku berbeda dari orang-orang yang selama ini pernah kau kenal dalam hidupmu. Aku tahu kamu sangat sulit mempercayai orang lain, sampai kamu lebih merasa nyaman dengannya. Tapi, aku yakin, kau dengan perasaanmu padaku, akan mudah mengikuti hubungan kita secara akal sehat. Mitra bisnis yang lahir dari persahabatan. Engga ada masalah kan“ kata Budi.Maria terpesona.

Di kedai kopi yang menghadap ke taman. Maria dan Budi bersediam. Melihat warna langit yang berubah perlahan. Menyaksikan terang beranjak gelap. Minum segelas air kopi seharga 15 Yuan. Mendengarkan suara pengamen yang bernyanyi. Saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Maria dengan keluarganya, dan Budi dengan impian-impiannya. Sejak kunjungan itu Maria lebih mengenal diri Budi. Selanjutnya dia berharap bisa pergi bersama Budi ke Eropa, Melihat keindahan Eropa seperti cerita Budi. Menjelajah kota kota eropa timur. Tapi harapan itu tak kunjung datang. Budi selalu sibuk dengan bisnisnya dan Maria juga sibuk dengan tugas sebagai eksekutif dari salah satu perusahaan Budi.

“ Ketika krisis, kebanyakan orang bangkrut daripada survive. Lantas kemana uang yang ada selama ini ? kata Maria ketika sampai di kamar hotelnya. Budi duduk di korsi dan Mari duduk di tempat tidurnya. Bagi Maria ini cara terbaik untuk menahan Budi di kamarnya. Dia masih ingin terus berlama lama dengan Budi. Kalau sudah bicara ekonomi dan bisnis, Budi sangat suka. 

“ Uang sudah berubah ujud jadi property, pabrik , jalan toll, pelabuhan, perkebunan dan beragam kegiatan real lainnya. Dari kegiatan itu, menghidupi jutaan tenaga kerja. Dari kelas buruh sampai profesional. Dari sana juga melahirkan pajak untuk menutupi ongkos negara untuk investasi pendidikan, kesehatan, sosial lainnya. Peradaban pun terbentuk. “ Kata Budi, tersenyum.

“ Ok. Tapi kan engga bisa uang hilang begitu saja setelah berubah ujud jadi bisnis dan belanja. Namanya uang kan alat tukar. Kemana uang itu ?

“ Dari kumpulan asset ini dan itu, tentu membutuhkan pengelolaan. Dari pengelolaan itu arus uang masuk dan keluar terjadi. Apabila arus uang kurang, surat utang diterbitkan dengan menjaminkan asset yang ada. Kalau arus uang berlebih, ya di investasikan. Bisa dalam bentuk surat utang , bisa juga dalam bentuk saham atau investasi langsung pada proyek. Antara yang berlebih dan kurang bertemu di pasar. Sinergi terjadi. “

“ Ok lah. Kemana uang itu. Mengapa kering likuiditas.”

“ Uang berkurang atau likuiditas berkurang karena kapasitas ekonomi dalam bentuk value lebih besar daripada uang yang beredar. Contoh saham Apple itu nilainya 100 kali dari nilai nominalnya. Rumah kamu nilainya naik 10 kali lipat setelah 10 tahun. Nah value itu meningkat lebih besar dari uang yang beredar.”

“ Mengapa ?

“ Karena inflasi ?

“ Kenapa harus ada inflasi ?

“ Inflasi itu candu agar orang punya motivasi belanja sekarang daripada menunda besok dan karenanya produksi terserap. Kalau bisa orang belanja bukan hanya motive konsumsi tetapi juga motive investasi. Sehingga kelebihan kapasitas bisa terserap semua. Contoh pedagang stok barang agar dapat untuk dari kenaikan harga dimasa akan datang. Orang koleksi jam mahal agar dapat untung dari kenaikan harga di masa depan. Orang invest di property agar dapat untung dari kenaikan harga di masa akan datang. Juga memacu orang untuk berproduksi sekarang agar dapat untung lebih besar dimasa akan datang. Kalau engga ada inflasi, tidak ada nilai masa depan, ekonomi akan stuck. Paham ya.”

“ Tapi kan itu justru membuat orang kaya semakin kaya. Uang sangat penting. Gimana dengan orang yang tidak kaya ? apakah cukup terima upah buruh dan gaji tetap. Sementara harga terus naik.

“ Memang itulah paradox kapitalisme. Rasio GINI semakin melebar.  Memang tidak ada keadilan. Mau gimana lagi. Tetapi engga usah kawatir.  Kalau kapasitas lebih besar dari uang beredar. Maka harga akan terdelusi dengan sendirinya. Nilai surat utang akan jatuh. Mata uang akan jatuh. Dan harga saham akan berguguran. Nah saat itulah pemerintah bisa mengeluarkan fitur kapitalis. Fitur untuk menciptakan stabilitas dan memastikan sistem bekerja normal lagi. “

“ Gimana caranya ?

“ Ya pemerintah menambah uang beredar. Caranya, pemerintah  melalui bank central mensuplai uang kepasar dengan membeli surat utang yang ada dipasar. Menyuntik uang ke bank melalui  pembelian Sertifikat Bank Pasar uang. Kalau mekanisme itu tidak memungkinkan karena bank terjebak dengan NPL, maka Bank Central bisa menerapkan skema REPO saham atau surat berharga atas total NPL yang ada. Sehingga Bank punya likuditas lagi untuk ekspansi kredit investasi,modal kerja atau konsumsi. Kegiatan produksi kembali bekerja secara normal. “

“ Gimana kalau cara itu tetap tidak cukup membuat ekonomi bergerak. Karena permintaan tetap rendah?

“ Ya pemerintah bisa melakukan ekspansi secara langsung  lewat APBN membagikan uang kepada rakyat agar mereka bisa berkonsumsi dan produksi terserap “

“ Darimana bank central atau pemerintah dapat uang?

“ Ya tinggal menghitung berapa kekurangan uang beredar agar kapasitas ekonomi dapat terserap? Nah kekurangannya itu , pemerintah menerbitkan surat utang dan dibeli oleh Bank central. Kemudian Bank Central tinggal credit rekening pemerintah dan uangpun tercipta.”

“ Itukan sama saja denga cetak uang.”

“ Benar, kalau dalam pengertian awam. Tetapi bukan cetak tanpa berhitung. Itu ada hitungannya sebagaimana mekanisme penerbitan surat utang.  Istilah eknomi namanya quantitative easing. Kalau salah menghitung dan salah menyalurkan, bisa berdampak kepada jatuhnya mata uang. Kalau mata uang jatuh, harga akan melambung. Inflasi meningkat. Orang akan semakin sulit untuk berkosumsi. Ekonomi bisa stuck lagi. Jadi harus hati hati dan penuh perhitungan”

“ Kongritnya mengapa harus hati hati banget.”

“ Ya jumlah uang yang dipasok itu harus berdampak meningkatnya pertumbuhan ekonomi dengan ditandai meningkatkanya Produk Domestik Bruto. Contoh kalau tadinya PDB 100, maka kalau di pasok uang sebesar 20 maka PDB harus naik sedikitnya sama dengan uang yang dipompa. Kalau lebih besar lagi, dampaknya mata uang akan menguat. Ini engga bagu betul untuk meningkatkan daya saing eksport.”

“ Mengapa bisa meningkat PDB?

“ Loh uang itu bukan hanya berarti harta, ia juga kewajiban bagi siapa saja untuk berperan serta untuk membuat ia berkembang lewat konsumsi,  produksi dan investasi. Dari kegiatan itu value uang akan naik. Kenaikan itulah yang membuat PDB meningkat”

“ Nanti kapasitas naik lagi, uang kurang lagi, suplai lagi. Begitu aja terus “

“ Memang begitu ekonomi  berkerja secara ideal. Uang itu hanya alat bukan segala galanya. Uang itu lambang kewajiban bagi siapa saja untuk berbagi dalam bentuk apa saja. Sehingga alur uang dari pemerintah , rumah tangga terus berputar seperti mesin. Selagi mesin terus bergerak, berapapun utang, berapapun uang beredar, tidak akan ada masalah. Kalaupun sistem tidak bekerja secara ideal, kapitalisme punya fitur namanya quatitative easing. Menambah urang beredar dan suplai.”

Maria menggguk. Maria menyadari Budi bukan hanya memahami soal ekonomi tetapi dia juga praktisi yang menggunakan konsep ekonomi dalam mengembangkan bisnisnya secara global. Itu sebabnya dia engga pernah takut terus menambah utang untuk kegiatan ekspansi bisnisnya. Secara bisnis sulit menilai Budi bisa berlaku humanis. Baginya bisnis adalah bisnis. Kadang bagi orang awam terkesan kejam. Baginya bisnis itu hal yang sangat rasional kalau dikerjakan dengan akal sehat. Kecuali kalau bisnis menjual emosi orang,  semacam MLM too good to be true, memang tidak rasional. Budi menghindari dari bisnis semacam itu. 

Mari  berdiri dari tempat tidur. " Aku mau mandi. Boleh ? Kata Maria.
" Kalau begitu aku kembali ke kamarku." Kata Budi melangkah kearah pintu kamar. Dia menghilang dan Maria tertegun. Semudah itu dia pergi dan melupakanya dalam kesendirian.

No comments: